Panorama Glamoritas Di Daerah Tegal Boto Jember
Tegal Boto Jember - Panorama glamoritas di daerah Tegal Boto. Ilustrasi: Borneo News Kesan glamour dan mewah sepintas terbersit dib…
Kesan glamour dan mewah sepintas terbersit dibenak seseorang kala melintas di daerah Tegal Boto, Kecamatan Sumbersari, Jember, Jawa Timur. Panorama dengan suguhan pernak-pernik khas sebuah kota seakan tidak bisa dihindari. Beberapa kompleks pertokoan busana tampak memadati pinggiran jalan Jawa dan Kalimantan. Sesekali ada lokasi hiburan berupa cafe, rental VCD, Playstation maupun multiplayer. Jika yang melintas bukan orang asli Jember atau orang yang baru pertama kali bertandang ke kawasan itu, pasti bertanya-tanya. Mereka mengira jika daerah Tegal Boto adalah pusat perbelanjaan dan rekreasi masyarakat Jember.
Yang justru menggelisahkan, aneka pertokoan yang ada tidak mendukung keberadaan pelajar atau mahasiswa yang menuntut ilmu di sekitar kawasan. Apakah benar Tegal Boto sebagai pusat rekreasi untuk masyarakat Jember?, ya, bisa benar dan bisa tidak. Benar karena fakta memang demikian. Bagi masyarakat yang ingin mendapatkan busana atau pelengkap penampilan dalam ragam gaya yang tidak ada di tempat lain, bisa didapat di kawasan itu. Didaerah ini pun masyarakat bisa akrab dengan wisata belanja.
Tidak benar bila Tegal Boto sebagai lokasi rekreasi. Ada argumentasi yang menyatakan, kawasan itu sebagai wilayah pendidikan. Argumentasi ini bukan asal bicara, tetapi berdasar pada SK Bupati Jember 1987 yang menyatakan Tegal Boto sebagai kawasan pendidikan (Ideas, edisi XVII). Jika aturan sudah ada, penegak hukum pun harus ada sebagai penjaga aturan. Lantas, mengapa faktanya justru sangat kontras?, itulah salah satu potret buram kisam penegakan hukum di Indonesia.
Selain pemerintah, bagaimana dengan masyarakat sendiri?, Bagaimana dengan mahasiswa maupun pelajar yang tinggal di Tegal Boto?, Adakah kerisauan yang ditunjukkan dengan aksi-aksi intelektual?, yang menguat, justru semua pihak merasa nyaman dengan kondisi sebenarnya. Dan, yang bakal tertegun adalah kekhawatiran segelintir pihak atas terbentuknya negara pasar dan bangsa konsumen, yakni negara yang merealisasikan sendi-sendi ekonomi pasar. Siapa yang bermodal kuat terus meneguhkan keberadaan modal. Atau bahkan justru monopoli pada sektor-sektor tertentu. Sedangkan bangsa konsumen?, ya, sebatas bangsa yang hanya berpangku tangan kala diajak untuk berkreativitas tapi begitu giat menggunakan hasil industri.
Mengapa terwujudnya negara pasar dan bangsa konsumen menjadi sangat membahayakan bagi kehidupan bernegara?, Distribusi sumber daya yang sejatinya untuk kemaslahatan masyarakat luas hanya dinikmati segelintir golongan. Sedangkan untuk masyarakat tinggal menjadi masyarakat candu yang berkarakter ketergantungan. Jika masyarakat memiliki tingkat keterantungan tinggi pada pihak luar maka tibalah waktunya penjajahan gaya baru alias penjajahan ekonomi.
memahami betapa berbahayanya budaya konsumerisme yang akhirnya akan mewujudkan negara pasar dan bangsa konsumen, maka belum terlambat kiranya semua pihak membangun tekad untuk terus mengasah kreativitas. Pada tahun-tahun jelangekonomi pasar bebas, masyarakat harus membentengi diri dengan aktivitas ekonomi yang berskala mikro. Setiap anggota masyarakat harus mampu melakukan produksi. Industri harus digiatkan sampai pada struktur masyarakat terendah sekalipun, rumah tangga.
Dengan cara itulah, diharapkan tercipta masyarakat yang berkemandirian dan mampu menciptakan kesejahteraan sendiri.
Dipublikasikan pertama kali oleh Koran Pak Oles
Edisi 144, 16-31 Januari 2008
Yang justru menggelisahkan, aneka pertokoan yang ada tidak mendukung keberadaan pelajar atau mahasiswa yang menuntut ilmu di sekitar kawasan. Apakah benar Tegal Boto sebagai pusat rekreasi untuk masyarakat Jember?, ya, bisa benar dan bisa tidak. Benar karena fakta memang demikian. Bagi masyarakat yang ingin mendapatkan busana atau pelengkap penampilan dalam ragam gaya yang tidak ada di tempat lain, bisa didapat di kawasan itu. Didaerah ini pun masyarakat bisa akrab dengan wisata belanja.
Tidak benar bila Tegal Boto sebagai lokasi rekreasi. Ada argumentasi yang menyatakan, kawasan itu sebagai wilayah pendidikan. Argumentasi ini bukan asal bicara, tetapi berdasar pada SK Bupati Jember 1987 yang menyatakan Tegal Boto sebagai kawasan pendidikan (Ideas, edisi XVII). Jika aturan sudah ada, penegak hukum pun harus ada sebagai penjaga aturan. Lantas, mengapa faktanya justru sangat kontras?, itulah salah satu potret buram kisam penegakan hukum di Indonesia.
Selain pemerintah, bagaimana dengan masyarakat sendiri?, Bagaimana dengan mahasiswa maupun pelajar yang tinggal di Tegal Boto?, Adakah kerisauan yang ditunjukkan dengan aksi-aksi intelektual?, yang menguat, justru semua pihak merasa nyaman dengan kondisi sebenarnya. Dan, yang bakal tertegun adalah kekhawatiran segelintir pihak atas terbentuknya negara pasar dan bangsa konsumen, yakni negara yang merealisasikan sendi-sendi ekonomi pasar. Siapa yang bermodal kuat terus meneguhkan keberadaan modal. Atau bahkan justru monopoli pada sektor-sektor tertentu. Sedangkan bangsa konsumen?, ya, sebatas bangsa yang hanya berpangku tangan kala diajak untuk berkreativitas tapi begitu giat menggunakan hasil industri.
Mengapa terwujudnya negara pasar dan bangsa konsumen menjadi sangat membahayakan bagi kehidupan bernegara?, Distribusi sumber daya yang sejatinya untuk kemaslahatan masyarakat luas hanya dinikmati segelintir golongan. Sedangkan untuk masyarakat tinggal menjadi masyarakat candu yang berkarakter ketergantungan. Jika masyarakat memiliki tingkat keterantungan tinggi pada pihak luar maka tibalah waktunya penjajahan gaya baru alias penjajahan ekonomi.
memahami betapa berbahayanya budaya konsumerisme yang akhirnya akan mewujudkan negara pasar dan bangsa konsumen, maka belum terlambat kiranya semua pihak membangun tekad untuk terus mengasah kreativitas. Pada tahun-tahun jelangekonomi pasar bebas, masyarakat harus membentengi diri dengan aktivitas ekonomi yang berskala mikro. Setiap anggota masyarakat harus mampu melakukan produksi. Industri harus digiatkan sampai pada struktur masyarakat terendah sekalipun, rumah tangga.
Dengan cara itulah, diharapkan tercipta masyarakat yang berkemandirian dan mampu menciptakan kesejahteraan sendiri.
Dipublikasikan pertama kali oleh Koran Pak Oles
Edisi 144, 16-31 Januari 2008