UN Ujian Nasional - ilustrasi: google Kisruh UNAS, Ujian Nasional untuk pendidikan di Indonesia. Sebagian dari kita pasti akan bertan…
Kisruh UNAS, Ujian Nasional untuk pendidikan di Indonesia. Sebagian dari kita pasti akan bertanya-taya atas kekisruhan yang meramaikan media cetak maupun elektronik tersebut.
Memang, disela-sela ramainya isu mega skandal kasus Bail-Out Bank Century, sering pula tampak sekelompok siswa beserta organisasi pelajar yang secara konsisten menolak dilaksanakannya Unas 2010. Mengapa?.
Kekisruhan ini menggelinding hingga memasuki ranah hukum. Hasilnya, sangat mencengangkan. Pemerintah selaku pelaksana Unas kalah demi hukum pada pengadilan tingkat kasasi di MA (Mahkamah Agung).
Sebegitu parahkah pemerintah dalam hal pelaksanaan Unas, hingga secara hukum mereka kalah?.
Masalah Teknis
Berbicara teknis pelaksanaan, memaksa kita harus maklum atas berbagai keteledoran yang dilakukan oleh pemerintah . Menjadi sangat penting untuk ditanyakan, agenda nasional apa sich di Negara ini yang tidak terselenggara karut-marut?. Jawabannya hampir tidak ada.
Pelaksanaan pemilu, hingga event wisata, visit Indonesia year masih menyisakan tugas rumah bagi segenap elemen bangsa untuk melakukan pembenahan.
Namun, pemakluman tersebut tidak bisa terus dilakukan jika tidak ada usaha dan upaya untuk membenahi sistem. Sejak tahun 2007 hingga 2009 pelaksanaan Unas selalu menyisakan tanda tanya.
Nah, permasalahan yang muncul belakangan ternyata keruwetan teknis tersebut tidak sekadar 'teknis'. Maksudnya, berbagai problem teknis tersebut ternyata banyak merugikan siswa didik.
Sebagai contoh, lembar jawab Unas tingkat SMA dan MA se-Jawa Barat tidak dapat terbaca oleh pemindai komputer. Sedangkan di Sumatera Utara ternyata panitia tidak menyediakan lembar jawab braile untuk penyandang tuna netra (Kompas, 30 Desember 2009).
Beberapa contoh tersebut hanyalah sebagian kecil dari keruwetan teknis yang ternyata merugikan siswa didik sebagai peserta Unas.
Pemetaan mutu pendidikan
Memahami keruwetan pelaksanaan Unas, maka semua elemen masyarakat harus terlibat secara aktif. Baik dalam hal monitoring maupun pelaksanaan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh pihak sekolah.
Boleh jadi, pemerintah ber-apologi bahwa kelemahan pelaksanaan Unas hanya pada tataran teknis belaka. Dan kelemahan yang bersifat teknis akan mudah dilakukan perbaikan sistem.
Benarkah demikian?, Jika dalam hal teknis saja pelaksanaannya karut marut, lantas bagaimana dengan pemetaan mutu pendidikan secara nasional?.
Berbagai kesempatan memperlihatkan pada kita, bahwa terdapat berbagai potensi yang dimiliki siswa-siswi lokal yang tidak terakomodir.
Berbagai potensi tersebut dibiarkan menguap begitu saja. Dan sebaliknya, disamping terdapat berbagai potensi ternyata juga menyisakan berbagai kelemahan yang sewaktu-waktu dapat 'meledak' kapan saja.
Penyeragaman evaluasi pendidikan nasional merupakan agenda lepas tangan. Pemerintah seakan tidak memahami jika ternyata kemajemukan bangsa ini tidak hanya terjadi atas perbedaan suku dan budaya. Namun, kemajemukan tersebut terjadi pula dalam hal potensi dan skill siswa didik.
Sudah sepatutnya pendidikan maupun evaluasi siswa pada masa-masa yang akan datang menekankan pada hal-hal yang bersifa softskill dan tidak semata-mata pada aspek knowledge atau pengetahuan saja.
Akhirnya, sadar atas kemajemukan potensi tersebut harus diiringi dengan peningkatan mutu pendidik. Sekaligus, pemetaan pendidikan secara berkala harus terus dilakukan . Sehngga dapat dipertemukan siswa didik yang memiliki kemampuan khusus dengan pendidik yang berkompeten dan mampu memahami siswa didiknya. ●
Dipublikasikan pertama kali oleh Buletin meetingPOINT
Edisi 1/2 Februari 2010
Memang, disela-sela ramainya isu mega skandal kasus Bail-Out Bank Century, sering pula tampak sekelompok siswa beserta organisasi pelajar yang secara konsisten menolak dilaksanakannya Unas 2010. Mengapa?.
Kekisruhan ini menggelinding hingga memasuki ranah hukum. Hasilnya, sangat mencengangkan. Pemerintah selaku pelaksana Unas kalah demi hukum pada pengadilan tingkat kasasi di MA (Mahkamah Agung).
Sebegitu parahkah pemerintah dalam hal pelaksanaan Unas, hingga secara hukum mereka kalah?.
Masalah Teknis
Berbicara teknis pelaksanaan, memaksa kita harus maklum atas berbagai keteledoran yang dilakukan oleh pemerintah . Menjadi sangat penting untuk ditanyakan, agenda nasional apa sich di Negara ini yang tidak terselenggara karut-marut?. Jawabannya hampir tidak ada.
Pelaksanaan pemilu, hingga event wisata, visit Indonesia year masih menyisakan tugas rumah bagi segenap elemen bangsa untuk melakukan pembenahan.
Namun, pemakluman tersebut tidak bisa terus dilakukan jika tidak ada usaha dan upaya untuk membenahi sistem. Sejak tahun 2007 hingga 2009 pelaksanaan Unas selalu menyisakan tanda tanya.
Nah, permasalahan yang muncul belakangan ternyata keruwetan teknis tersebut tidak sekadar 'teknis'. Maksudnya, berbagai problem teknis tersebut ternyata banyak merugikan siswa didik.
Sebagai contoh, lembar jawab Unas tingkat SMA dan MA se-Jawa Barat tidak dapat terbaca oleh pemindai komputer. Sedangkan di Sumatera Utara ternyata panitia tidak menyediakan lembar jawab braile untuk penyandang tuna netra (Kompas, 30 Desember 2009).
Beberapa contoh tersebut hanyalah sebagian kecil dari keruwetan teknis yang ternyata merugikan siswa didik sebagai peserta Unas.
Pemetaan mutu pendidikan
Memahami keruwetan pelaksanaan Unas, maka semua elemen masyarakat harus terlibat secara aktif. Baik dalam hal monitoring maupun pelaksanaan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh pihak sekolah.
Boleh jadi, pemerintah ber-apologi bahwa kelemahan pelaksanaan Unas hanya pada tataran teknis belaka. Dan kelemahan yang bersifat teknis akan mudah dilakukan perbaikan sistem.
Benarkah demikian?, Jika dalam hal teknis saja pelaksanaannya karut marut, lantas bagaimana dengan pemetaan mutu pendidikan secara nasional?.
Berbagai kesempatan memperlihatkan pada kita, bahwa terdapat berbagai potensi yang dimiliki siswa-siswi lokal yang tidak terakomodir.
Berbagai potensi tersebut dibiarkan menguap begitu saja. Dan sebaliknya, disamping terdapat berbagai potensi ternyata juga menyisakan berbagai kelemahan yang sewaktu-waktu dapat 'meledak' kapan saja.
Penyeragaman evaluasi pendidikan nasional merupakan agenda lepas tangan. Pemerintah seakan tidak memahami jika ternyata kemajemukan bangsa ini tidak hanya terjadi atas perbedaan suku dan budaya. Namun, kemajemukan tersebut terjadi pula dalam hal potensi dan skill siswa didik.
Sudah sepatutnya pendidikan maupun evaluasi siswa pada masa-masa yang akan datang menekankan pada hal-hal yang bersifa softskill dan tidak semata-mata pada aspek knowledge atau pengetahuan saja.
Akhirnya, sadar atas kemajemukan potensi tersebut harus diiringi dengan peningkatan mutu pendidik. Sekaligus, pemetaan pendidikan secara berkala harus terus dilakukan . Sehngga dapat dipertemukan siswa didik yang memiliki kemampuan khusus dengan pendidik yang berkompeten dan mampu memahami siswa didiknya. ●
Dipublikasikan pertama kali oleh Buletin meetingPOINT
Edisi 1/2 Februari 2010